Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran" . Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil". Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya.
Berlaku adil adalah salah satu prinsip Islam yang dijelaskan dalam berbagai nash ayat maupun hadits. Prinsip ini benar-benar merupakan akhlak mulia yang sangat ditekankan dalam syari’at Islam, sehingga wajar kalau tuntunan dan aturan agama semuanya dibangun di atas dasar keadilan dan seluruh lapisan manusia diperintah untuk berlaku adil.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil, berbuat kebajikan dan memberi kepada kaum kerabat. Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl : 90)
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisâ` : 58)
Dan Al-Qur`an Al-Karîm adalah lambang keadilan,
“Telah sempurnalah kalimat Rabb-mu (Al-Qur`an), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah-robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’âm : 115)
Dan Allah Ahkamul Hâkimîn memerintah untuk berlaku adil secara mutlak,
“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu).” (QS. Al-An’âm : 152)
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap diri kalian sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabat kalian. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kalian memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan.” (QS. An-Nisâ` : 135)
Dan Rabbul ‘Izzah tetap memerintahkan untuk berlaku adil walaupun terhadap musuh sendiri,
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mâ`idah : 8)
Dan Allah memuji orang-orang yang berlaku adil,
“Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.” (QS. Al-A’râf : 181)
Dan Nabi-Nya telah diperintah untuk menyatakan,
“Dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kalian.” (QS. Asy-Syûrô : 15)
Keadilan Manusia
Manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini diharapkan untuk menyerap sifat-sifat Allah dan me-neladani akhlak-akhlak-Nya. Nah, oleh karena sifat dan akhlak Allah yang paling dominan dan menonjol adalah sifat ke-mahaadilan-Nya, maka manusiapun harus dapat menyerap dan meneladani sifat adilnya Allah Ta’ala. Berbicara tentang keadilan manusia, da-pat kita bahas dari dua sisi; individual dan sosial.
1. Keadilan Individual
Added values (nilai tambah) yang ada pada ma-nusia dan tidak ada pada spesies makhluk lainnya terletak pada alam ruhaninya, maka pembahasan tentangnya lebih sering disoroti oleh Islam ketim-bang alam materinya. Seperti yang telah disebutkan tadi, bahwa alam ruhani manusia mempunyai se-perangkat peraturan yang adil dan seimbang, dan bahwasanya mengikuti peraturan tersebut merupa-kan ketundukan manusia pada peraturan tersebut ser-ta tidak megikutinya akan mengakibatkan tersesat, kehilangan arah dan mati. Maka apa gerangan per-aturan yang berlaku pada alam ruhani manusia, sehingga dia tidak tersesat, kehilangan arah dan mati?
Peraturan yang dimaksud adalah ajaran-ajaran Allah yang tertuang dalam agama Islam, karena satu-satunya agama yang Allah terima hanya agama Is-lam, "Sesungguhnya agama (yang diterima)Allah adalah Islam" (Qs. Ali Imran, 3: 19) dan "Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan di-terima dari-Nya" (Qs. Ali Imran, 3: 85). Al-Quran me-nyebutkan tentang orang yang mengikuti dan tunduk terhadap peraturan Allah sebagai orang yang ter-bimbing dan orang yang tidak mengikutinya akan tersesat dan kehilangan arah, Allah berfirman "Maka jika datang kepadamu petunjuk-Ku, maka barang-siapa mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka, dan barangsiapa berpaling dari per-ingatan-Ku (petunjuk-Ku), maka sesungguhnya bagi-nya kehidupan yang sempit dan Kami akan meng-himpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta" (Qs. Thaha, 20: 123-124).
Dan pada ayat yang lain, Al-Quran menjanjikan kepada orang-orang yang mengikuti peraturan Allah kehidupan yang baik, "Barangsiapa beramal kebaik-an dari laki-laki maupun dari wanita, sementara dia beriman, niscaya Kami hidupkan mereka dengan ke-hidupan yang baik" (Qs. An-Nahl, 16: 97).
Sehubungan dengan orang fasik, yaitu orang yang tidak mengikuti peraturan Allah, Imam ‘Ali bin Abi Thalib as. berkata, "Bentuk dia adalah bentuk manusia tetapi hati dia adalah hati binatang. Dia tidak me-ngetahui pintu kebenaran sehingga diikutinya dan ju-ga tidak mengetahui pintu kebatilan sehingga dihin-darinya. Itulah mayat yang hidup".(Nahj Al-Balaghah, khutbah 87).
Dalam disiplin ilmu akhlak, orang yang konsisten dan komitmen dengan ajaran Islam secara utuh di- sebut adil. Adil berarti orang yang tunduk dan me-ngikuti peraturan Allah yang berlaku di alam ruhani-nya. Para guru akhlak dalam mendefinisikan keadilan berkata, "Keadilan adalah sebuah kebiasaan internal yang kuat (malakah, karakter) dalam diri seseorang yang selalu mendorongnya untuk berkomitmen de-ngan takwa ".
Jadi menurut Islam seorang yang adil secara indi-vidual adalah seorang yang tunduk, thawaf dan meng-ikuti peraturan Allah Ta’ala secara ketat, dan keadilan akhlaki-individual akan tercapai hanya dengan meng-ikuti agama Islam secara ketat dan konsisten.
2. Keadilan Sosial
Sisi lain dari kehidupan manusia adalah kehidup-an eksternal dan kehidupan interaktif dengan dunia luarnya. Dunia eksternal merupakan tempat ujian keadilan individual manusia. Oleh karena itu keadilan individual sangat penting untuk ditegakkan sebelum seseorang ingin mulai berkecimpung dalam dunia sosial. Sulit untuk dipercaya bahwa seseorang ber-laku adil di tengah masyarakatnya sementara pada dirinya belum ditegakkan keadilan individual.
Islam sebagai agama yang komprehensif tidak hanya mengatur masalah-masalah ritual-ubudiyyah saja, tetapi juga mengatur kehidupan kolektif baik dalam bentuk keluarga, organisasi dan negara. Da-lam kehidupan kolektif yang interaktif keadilan dan keseimbangan sangat dibutuhkan, karena tanpa ke-adilan kehidupan itu akan rusak, timpang, kacau, dan akan dikotori dengan monopoli, dominasi serta ke-pentingan-kepentingan pribadi. Untuk menciptakan kehidupan sosial yang aman, damai dan harmonis dibutuhkan seperangkat peraturan yang adil dan se-imbang.
Sesuai dengan sifat ke-mahaadilan-Nya, Allah te-lah menurunkan kepada umat manusia peraturan yang adil (lihat Qs. Al-Hadid, 57: 25), yaitu Islam. Disamping itu, peraturan Ilahi itu saja tidak cukup, perlu ada orang-orang yang menjalankannya dengan benar. Oleh karena itu, sepanjang sejarah manusia Allah mengutus figur-figur yang mampu member-lakukan peraturan-Nya dengan benar sebagai contoh yang harus diteladani (lihat Qs. Al-Baqarah, 2: 213). Mereka itu adalah para nabi dan para imam yang me-neruskan tugas para nabi.
Para nabi dan imam yang dipercayai oleh Allah untuk manjalankan peraturan-Nya atas umat manusia dengan benar disyaratkan terlebih dahulu diri me-reka bebas dari cacat ruhani-internal, atau dengan kata lain mereka harus menjadi seorang yang adil secara individual. Kalau tidak demikian, maka tiada jaminan bahwa mereka itu akan dengan benar dan adil memberlakukan peraturan Ilahi. Atas dasar itu, para nabi dan imam harus maksum (bebas dari kesalahan dan dosa).
Dari keterangan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa keadilan sosial dan hukum akan tegak dengan dua syarat:
Pertama, peraturan atau undang-undang yang ber-laku adalah peraturan dan undang-undang yang adil. Dan tidak ada peraturan yang lebih adil dari per-aturan yang datang dari Allah Ta’ala."Tidakkah Allah Penegak hukum yang paling Adil" (Qs. Al-Tin, 95: 8) dan "Dialah sebaik-baiknya hakim (penguasa)" (Qs. Al- A’raf, 7: 87).
Kedua, yang akan memberlakukan peraturan itu ada-lah orang-orang yang telah teruji jiwa dan dirinya, atau dengan kata lain, orang yang telah tegak dalam dirinya keadilan individual. Oleh karena itu, yang pa-ling berhak untuk berkuasa adalah orang-orang yang bersih seperti nabi, imam dan orang yang mengikuti mereka.
No comments:
Post a Comment