Lovely Pancake
Namaku Sisy. Lengkapnya Sesilia Paramitha. Sebelum membaca cerita ini lebih lanjut, kamu harus menghapalkan nama dari sebuah kedai kecil di lantai tujuh, pusat perbelanjaan ternama di kotaku. Lovely Pancake. Karena tempat ini mengambil peran penting dalam ceritaku. Di sinilah jalan hidupku berubah*** Kamu pernah merasa terpuruk? Jika jawabanmu adalah tidak, maka jawabanku adalah iya. Ya, dunia seakan runtuh dan menimpamu. Dengan semua kejadian yang tiba - tiba saja membuat hidupku hancur.Padahal dulu aku merasa gadis paling bahagia di dunia. Apa lagi yang mesti diharapkan jika kamu telah memiliki pacar ganteng, sekolah elit dan keluarga rukun berkecukupan. Dan inilah alasan mengapa aku merasa gadis paling bahagia dan beruntung di dunia. Tapi Suara telepon malam itu adalah hal pertama yang membuat duniaku retak - retak. Telepon itu dari kepolisian. Seseorang dari sana mengabarkan, adikku Dino terbukti membawa ganja ke sekolahnya. Asal tahu saja, kabar ini adalah tamparan besar bagi keluargaku, terutama orang tuaku.*** Aku menutup telingaku rapat rapat. Aku tak mau mendengar mereka bertengkar lagi malam ini atau aku akan menjadi gila! Suara piring pecah dari dapur membuatku terlonjak. Itu pasti perbuatan ayah yang sering pulang malam dan mabuk akhir - akhir ini. Kudengar ibu menjerit melontarkan kata cerai. Aku hanya diam. Itulah yang selalu kudengar. Tak lama setelah Dino masuk penjara, restoran ayah bangkrut. Itulah yang membuat mereka selalu bertengkar. Lalu aku? Apa yang mestinya
kulakukan? Tak ada. Jawaban itu terngiang di kepalaku dan semakin membuatku frustasi.*** Jika kamu berharap orang yang selalu bersamamu akan tetap bersamamu walaupun kamu terpuruk? Maka hal itu tidak terjadi padaku. Devon, yang selalu kucintai meninggalkanku. Dan dia berpaling pada Tania sahabatku dua tahun terakhir ini. Ditambah lagi aku di drop out dari SMA Melati sekolah elit yang selalu kubanggakan. Ya aku keluar dari sana karena telah 3 bulan menunggak pembayaran SPP.***Apa lagi yang lebih buruk dari pada menerima perceraian orang tuamu? Kurasa kau berpikiran sama denganku. Tak ada yang lebih buruk daripada hal itu.Rumah mewah tempatku tinggal dulu disita oleh bank untuk membayar utang ayah. Aku tak tahu dimana ayah sekarng. Sedangkan aku tinggal bersama ibu di rumah kontrakan sempit di daerah perkampungan kecil. Ibu memilihkan SMK 31 untukku agar aku bisa langsung bekerja nantinya. Aku menginjakkan kakiku untuk pertama kalinya. Aku memilih duduk di pojok kelas. Aku tak ingin mengenal siapa pun, aku terlalu muak.*** Aku tak tahu apa yang terjadi. Aku tak bisa menabahkan hatiku setabah kemarin. Makin kupikirkan urutan kejadian yang menghancurkan hidupku, membuatku makin frustasi dan ingin mati. Ya aku ingi mati. Sekarang juga, mungkin aku bisa menyayat pergelangan tanganku dengan silet karatan atau apa, tapi kurasa itu tidak keren sama sekali. Oh iya, sekarang adalah ulang tahunku yang ke tujuh belas. Ah itu sudah tak penting lagi. Aku tak peduli. Aku ingin mengakhiri semua ini.*** Aku pergi ke pusat perbelanjaan berlantai tujuh itu. Jika sebelumnya aku ke sini untuk shopping, maka sekarang aku ke sini untuk melompat dari lantai tujuh. Aku masuk ke dalam lift bersama dengan pengunjung lain yang akan menuju ke lantai tujuh. Semilir angin menampar wajahku. Mungkin ini adalah angin terakhir yang akan kurasakan. Aku memantapkan hati untuk melompat. Siap memanjati pagar pembatas dan melompat. Aku yakin aku akan hancur berantakan jika aku sampai di bawah. Dan tak ada yang perlu menghapalkan bagaimana rupaku. Sebelum melompat, aku memutuskan untuk melihat dunia ini terakhir kalinya. Sialnya aku terpukau dengan sinar lampu yang indah. Tamparan angin di wajahku membawa niatku untuk mati, pergi bersamanya. Kemudian seseorang menepuk pundakku. Aku terlonjak dan kaget setengah mati. Aku memutar kepalaku dan memandangnya. Dia menyapaku, menyebut namaku dengan senyumnya yang mengembang. Tapi siapa dia? Aku tak mengenalnya, walau dia bersikeras mengaku dirinya adalah Fandy teman sekelasku. Mungkin dikiranya aku peduli. Aku tak pernah mau tahu pada penghuni di kelasku. Kecuali jika dia Irfan Bachdim mungkin. Tapi aku berpura - pura mengenalnya, dan menanyakan apa yang dia lakukan di sini. Dia mengaku bekerja sambilan di sini sebagai pelayan. Dia mengaku PSG dari SMK 31. Kurasa itu tidak buruk. Aku juga mengikuti jejaknya. Mengaku sebagai PSG dan bekerja sebagai waitress.Sejak malam itu, Fandy menjadi temanku. Berteman dengan Fandy seperti berteman dengan semua orang. Dengan cepat aku kembali menemukan persahabatan. Aku begitu lega, bisa berbagi cerita dengannya.*** Pernahkan kamu merasa bangkit dari keterpurukan? Atau merasa benar – benar hidup? Sekarang aku merasakannya. Benar benar lega. Rasanya begitu ringan.Tak kusangka,aku bertemu ayah di kedai pancake tempatku bekerja. Dia juga bekerja di sana sebagai koki. Ayah memelukku dan mengutarakan niatnya untuk rujuk dengan ibu. Ya, keluargaku utuh kembali. Begitu juga Dino, dia hanya difitnah oleh teman sekelasnya yang sengaja meletakkan ganja di dalam tasnya. Dia adalah pengedar, sekaligus pemakainya. Begitu tahu akan ada razia di sekolah, anak itu kebingungan dan memindahkan ganja ke dalam tas Dino agar dia selamat dari tuduhan.Sekarang semua tinggal bersama di dalam kontrakan kecil di sebuahkampung yang dulu hanya ditempati oleh aku dan ibu saja. Dari sinilah kami akan memulai hidup baru.*** Malam itu, aku, ayah, abu dan Dino berkumpul di kedai kecil yang terletak di lantai tujuh pusat perbelanjaan terkemuka di kotaku, Lovely pancake. Ayah bekerja di sana sebagai koki. Dia memasakkan pancake spesial untuk kami. Malam ini begitu terasa hangat dan menyenangkan.Aku merasa begitu bodoh, bila kuiingat aku ingin mengakhiri hidupku dengan melompat dari sini. Harusnya aku sadar tak selamanya kita bahagia. Tak selamanya juga kita menderita. Hidup akan terus berlanjut. Hidup tak akan berakhir hanya karena kita merasa begitu menderita.
kulakukan? Tak ada. Jawaban itu terngiang di kepalaku dan semakin membuatku frustasi.*** Jika kamu berharap orang yang selalu bersamamu akan tetap bersamamu walaupun kamu terpuruk? Maka hal itu tidak terjadi padaku. Devon, yang selalu kucintai meninggalkanku. Dan dia berpaling pada Tania sahabatku dua tahun terakhir ini. Ditambah lagi aku di drop out dari SMA Melati sekolah elit yang selalu kubanggakan. Ya aku keluar dari sana karena telah 3 bulan menunggak pembayaran SPP.***Apa lagi yang lebih buruk dari pada menerima perceraian orang tuamu? Kurasa kau berpikiran sama denganku. Tak ada yang lebih buruk daripada hal itu.Rumah mewah tempatku tinggal dulu disita oleh bank untuk membayar utang ayah. Aku tak tahu dimana ayah sekarng. Sedangkan aku tinggal bersama ibu di rumah kontrakan sempit di daerah perkampungan kecil. Ibu memilihkan SMK 31 untukku agar aku bisa langsung bekerja nantinya. Aku menginjakkan kakiku untuk pertama kalinya. Aku memilih duduk di pojok kelas. Aku tak ingin mengenal siapa pun, aku terlalu muak.*** Aku tak tahu apa yang terjadi. Aku tak bisa menabahkan hatiku setabah kemarin. Makin kupikirkan urutan kejadian yang menghancurkan hidupku, membuatku makin frustasi dan ingin mati. Ya aku ingi mati. Sekarang juga, mungkin aku bisa menyayat pergelangan tanganku dengan silet karatan atau apa, tapi kurasa itu tidak keren sama sekali. Oh iya, sekarang adalah ulang tahunku yang ke tujuh belas. Ah itu sudah tak penting lagi. Aku tak peduli. Aku ingin mengakhiri semua ini.*** Aku pergi ke pusat perbelanjaan berlantai tujuh itu. Jika sebelumnya aku ke sini untuk shopping, maka sekarang aku ke sini untuk melompat dari lantai tujuh. Aku masuk ke dalam lift bersama dengan pengunjung lain yang akan menuju ke lantai tujuh. Semilir angin menampar wajahku. Mungkin ini adalah angin terakhir yang akan kurasakan. Aku memantapkan hati untuk melompat. Siap memanjati pagar pembatas dan melompat. Aku yakin aku akan hancur berantakan jika aku sampai di bawah. Dan tak ada yang perlu menghapalkan bagaimana rupaku. Sebelum melompat, aku memutuskan untuk melihat dunia ini terakhir kalinya. Sialnya aku terpukau dengan sinar lampu yang indah. Tamparan angin di wajahku membawa niatku untuk mati, pergi bersamanya. Kemudian seseorang menepuk pundakku. Aku terlonjak dan kaget setengah mati. Aku memutar kepalaku dan memandangnya. Dia menyapaku, menyebut namaku dengan senyumnya yang mengembang. Tapi siapa dia? Aku tak mengenalnya, walau dia bersikeras mengaku dirinya adalah Fandy teman sekelasku. Mungkin dikiranya aku peduli. Aku tak pernah mau tahu pada penghuni di kelasku. Kecuali jika dia Irfan Bachdim mungkin. Tapi aku berpura - pura mengenalnya, dan menanyakan apa yang dia lakukan di sini. Dia mengaku bekerja sambilan di sini sebagai pelayan. Dia mengaku PSG dari SMK 31. Kurasa itu tidak buruk. Aku juga mengikuti jejaknya. Mengaku sebagai PSG dan bekerja sebagai waitress.Sejak malam itu, Fandy menjadi temanku. Berteman dengan Fandy seperti berteman dengan semua orang. Dengan cepat aku kembali menemukan persahabatan. Aku begitu lega, bisa berbagi cerita dengannya.*** Pernahkan kamu merasa bangkit dari keterpurukan? Atau merasa benar – benar hidup? Sekarang aku merasakannya. Benar benar lega. Rasanya begitu ringan.Tak kusangka,aku bertemu ayah di kedai pancake tempatku bekerja. Dia juga bekerja di sana sebagai koki. Ayah memelukku dan mengutarakan niatnya untuk rujuk dengan ibu. Ya, keluargaku utuh kembali. Begitu juga Dino, dia hanya difitnah oleh teman sekelasnya yang sengaja meletakkan ganja di dalam tasnya. Dia adalah pengedar, sekaligus pemakainya. Begitu tahu akan ada razia di sekolah, anak itu kebingungan dan memindahkan ganja ke dalam tas Dino agar dia selamat dari tuduhan.Sekarang semua tinggal bersama di dalam kontrakan kecil di sebuahkampung yang dulu hanya ditempati oleh aku dan ibu saja. Dari sinilah kami akan memulai hidup baru.*** Malam itu, aku, ayah, abu dan Dino berkumpul di kedai kecil yang terletak di lantai tujuh pusat perbelanjaan terkemuka di kotaku, Lovely pancake. Ayah bekerja di sana sebagai koki. Dia memasakkan pancake spesial untuk kami. Malam ini begitu terasa hangat dan menyenangkan.Aku merasa begitu bodoh, bila kuiingat aku ingin mengakhiri hidupku dengan melompat dari sini. Harusnya aku sadar tak selamanya kita bahagia. Tak selamanya juga kita menderita. Hidup akan terus berlanjut. Hidup tak akan berakhir hanya karena kita merasa begitu menderita.
No comments:
Post a Comment